Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resep Kepemimpinan: "Breakfast, Side Dish, dan Dessert Para Martir"

 

Perempuan
Ilustrasi yang sangat bombastis 

Bekasi, Pers Marhalah 

Akhir Agustus yang menggembirakan ini, ditemani dengan cuaca mendung yang diciptakan oleh Tuhan. 

Gemuruh suara meneriakan keadilan, ketentraman, hingga kesetaraan antar umat Manusia.

Musik Sesetan spidol terus berputar di telinga kita yang hadir di Aula mulia STAI Al-Marhalah Al 'Ulya, menghidupkan kembali gema Demokrasi yang sudah dipelihara, lebih kurangnya 5 tahun lalu.

Kehidupan akan terus berjalan bila hadirnya pemimpin yang 'Arif dan Bijaksana. Di mana pun kita berada, seorang pemimpin pastilah adanya, mulai dari keluarga biologis hingga keluarga ideologis, pasti ada satu orang yang menjadi pemimpin atau yang mengepalai sebuah commodity.

Permasalahan yang terus terjadi di sekitar kita adalah, perempuan kah atau laki-laki kah yang layak menjadi pemimpin? Sedangkan, jika kita menggunakan Al-Qur'an sebagai pondasi, Laki-laki itu adalah pemimpin bagi perempuan.

Apakah hanya Al-Qur'an? Tidak, Hadits pun menuturkan dengan jelas bahwa laki-laki adalah pemimpin, dan setiap kebijakan, ketetapan, dan ketentuan yang ia ciptakan, akan dipertanggungjawabkan.

Hanya itu? Sejarah kita mengatakan, seluruh pemimpin dari awal hingga sekarang, itu pasti dipimpin oleh laki-laki. 

Founding Father kita pun laki-laki, namanya juga "Father" bukan "Mother".

Masih ada lagi? Masih dong. Nabi-nabi terdahulu, semuanya itu laki-laki tidak ada yang perempuan. Dan merekalah yang menerima Wahyu suci dari sang maha pencipta. 

Sedangkan perempuan? Menurut agama, dia hanya menjadi "bahaya terbesar" bagi kaum laki-laki. Hawa contohnya.

Statement saya di atas pasti akan membuat kalian semua marah, kesal, geram, dan sepertinya ingin mengoyak-ngoyak kulit tipis saya ini. 

Tapi sebentar, kalian harus mencermati, memakan, sampai menguliti terlebih dahulu keseluruhan makanan lezat buatan Chef Lifiz, dengan resep-resep rahasia yang saya miliki.


Breakfast di Meja Makan

Republic karya Plato telah memberikan kita banyak pelajaran bahwa pemimpin ideal adalah Philosopher-king — kebijaksanaan yang hidup di dalam dirinya (philosophos). 

Baginya, sebuah negara akan berjalan dengan lancar jika pemimpinnya memiliki kebijaksanaan dalam mengambil segala tindakan yang dilakukannya.

“Unless either philosophers become kings in our states or those whom we now call our kings and rulers take to the pursuit of philosophy seriously and adequately, there can be no cessation of troubles for our states nor for the whole human race.”

Menu pertama yang sudah anda makan ini merupakan tipe ideal seorang pemimpin menurut Plato. 

Kebijaksanaan tidak bisa diberikan gender, apakah dia perempuan? Apakah dia laki-laki? Atau mungkin banci atau bencong? Tidak. 

Kebijaksanaan itu adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada orang yang memang berhak untuk menerimanya tanpa pandang bulu.

Tetapi, nyatanya ketika Plato ngomong itu, semua pemimpin yang ada di eranya selalu didominasi oleh laki-laki bukan perempuan. 

Maka, apakah yang disabdakan olehnya ini hanya sekadar angan-angan dan halu semata? Atau sabda dari Yahwe? Atau asumsi dia sendiri berdasarkan kepemimpinan yang ada kala itu (laki-laki).

Nah bingung kan? Jangan khawatir, ini semua hanya pertanyaan yang gak penting tapi harus kalian jawab. Meskipun itu gak penting.

Belom kenyang kan? Sekarang kita lanjut ke menu makanan selanjutnya.


Side Dish Buatan S, d, B.

Kali ini, saya akan coba menyajikan makanan khas Simone de Beauvior yang mempunyai klaim menohok tentang patriarki selama berabad-abad selalu menempatkan perempuan pada posisi subordinat. 

"One is not born, but rather becomes a women,"

Saya coba bedah kalimat di atas dengan pisau Eksistensialis bahwa peran dan posisi perempuan tidak semata-mata ditentukan oleh kodrat biologis, melainkan oleh konstruksi sosial-budaya yang membentuk identitas mereka sendiri.

Apakah hanya itu? Tentu tidak, masih ada lagi. Perempuan juga sering dianggap sebagai The Other — ada hanya sebagai pelengkap dari subyek yang sudah ada (laki-laki). (Moi, 2002)

Menu kedua ini menyajikan konsepsi mengedepankan perempuan di atas laki-laki.

Mengapa demikian? Karena banyak sudah contoh pemimpin perempuan, siapa? Ratu Bilqis, Fatimah binti Muhammad, Khadijah istri Muhammad.

Baik, semakin kemarih mulai semakin bertambah isi perutnya. Apakah sudah mulai kenyang? Atau masih mau tambah? Cukuplah rasanya. 

Sekarang kita minum air hangat untuk menenangkan isi hati dan pikiran kita.


Dessert Pemanis Lidah 

Terpilihnya seorang perempuan menjadi pemimpin merupakan momentum langka, atau bahkan bisa disebut sebagai momentum reflektif dari dinamika politik kampus yang sudah lama terbangun. Hal ini saja bisa menjadi wahana baru tentang kepemimpinan.

Ini menjadi simbol konkret yang sudah tidak ada yang diperdebatkan lagi tentang "siapa yang berhak memimpin, laki-laki atau perempuan?".

Tidak ada lagi yang bisa direduksi pada gender seseorang, malahan harus dinaikkan derajatnya ke lebih dalam, Hakikat manusia sebagai pemimpin.

Gender Justice sebagai konsep telah menemukan momentumnya pada fenomena ini, kepemimpinan dinilai bukan hanya dari kodrat biologis, melainkan dari kontribusi nyata dan kapasitas intelektual. 

Fenomena perempuan menjadi seorang pemimpin itu bisa dijadikan sintesis, bahwa kepemimpinan tidak lagi dibatasi oleh gender. Kepemimpinan dilihat dari kualitas diri dan kecakapan intelektual seseorang.





Posting Komentar untuk "Resep Kepemimpinan: "Breakfast, Side Dish, dan Dessert Para Martir""